MAKALAH
BERANI HIDUP JUJUR
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Guru Bidang Studi : Mukti Ali Daulay, S.Ag
Oleh,
KELAS XI PIA 3
1. INDIANA NAMAUL HUSNAH
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA) NEGERI 1 KUNDUR
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah
SWT atas berkat, rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul ”Berani Hidup Jujur”
dengan sebaik baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih terutama kepada guru bidang studi PAg, yaitu
Bapak Mukhti Ali Daulay, S.Ag dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas PAg yang telah diberikan oleh Bapak Mukhti Ali Daulay, S.Pd. Selain itu
makalah ini juga di buat sebagai suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai
berani hidup jujur. Dengan memaparkan materi antara lain : Berani Hidup Jujur.
Kami menyadari penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami meminta maaf atas segala
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan
serta saran sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam
penyusunan makalah ini
Tanjungbatu,
8 Agustus 2018
Penyusun,
Indiana
Namaul Husnah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I............ PENDAHULUAN
1.1.... Latar
Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2.... Rumusan
Masalah...................................................................................... 1
1.3.... Tujuan........................................................................................................ 1
1.4.... Manfaat...................................................................................................... 1
BAB II.......... PEMBAHASAN
2.1.... Membuka
Relung Hati............................................................................... 2
2.2.... Pentingnya
Memiliki Sifat Syaja’ah.......................................................... 3
2.3.... Pentingnya
Memiliki Sifat Jujur................................................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1.... Kesimpulan................................................................................................ 7
3.2.... Saran.......................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan
faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan dunia akan hancur dan agama
juga menjadi lemah di atas kebongan, khianat serta perbuatan curang. Karena
mulianya orang yang jujur, baik di sisi Allah maupun di sisi manusia, kejujuran
harus ditegakkan meskipun berat dan susah. Ungkapan tentang “orang jujur akan
hancur” merupakan keliru. Allah SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini
merupakan bukti kesktian jujur.
Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan
tenteram. Ketika berkata jujur, tidak akan ada ketakutan yang mengikuti atau
bahkan kekhawatiran tentang terungkapnya sesuatu yang tidak dikatakan.
Akan tetapi, saat ini
kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih kurang seperti perilaku
mencontek yang seolah lazim bagi anak-anak dibangku sekolah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Seberapa penting dan utamanya
berperilaku jujur ?
1.2.2 Ada berapa macam bentuk kejujuran ?
1.2.3 Apakah akibat dari perilaku berbohong ?
1.2.4 Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan
di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai berikut :
1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai
pentingnya sikap kejujuran dalam berprilaku.
1.3.2 Menguatkan sifat kejujuran dengan
didukung dengan ayat Al-Quran dan Hadits.
1.3.3 Melaksanakan tugas makalah Pendidikan
Agama Islam.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di
atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat
dijadikan sebagai pembelajaran untuk cara berperilaku jujur sebagaimana
didukung oleh Al-Quran dan Hadits
1.4.2 Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai
sumber referensi dalam kegiatan belajar mengajar.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Membuka Relung Hati
Dalam bahasa Arab, jujur
merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya.
Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran.
Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut
dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah mengatakan
sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah menyatakan sesuatu
yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Adapula yang berpendapat bahwa
jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan
demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada.
Jadi kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau
jujur, tetapi kalau tidak maka dikatakan dusta. Sifat jujur merupakan tanda
keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut.
Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan
kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan
selamat dari segala keburukan. Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut
akan merugikan diri sendiri. Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nisaa
Ayat 135 yang berbunyi:
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ
قَوَّٰمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٰلِدَيۡنِ
وَٱلۡأَقۡرَبِينَۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرٗا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِهِمَاۖ
فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ وَإِن تَلۡوُۥٓاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ
فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ١٣٥
Artinya : “ Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan
jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (
Q.S. An- Nisaa’ : 135 ),.
Allah selalu memerintahkan kita untuk
berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan, sebagaimana firman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ ١١٩ ,
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (
Q.S. At-Taubah : 119 )
2
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga
ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu
sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika berani mengatakan “tidak” untuk
korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi korupsi, bukan malah hanya mengatakan
tetapi ia sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang
beriman sedangkan lawannya dusta merupakan sifat orang yang munafik.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari
Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila
berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.”
(HR. Bukhari Muslim)
Allah Swt. Menegaskan
bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya
dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
قَالَ ٱللَّهُ هَٰذَا يَوۡمُ يَنفَعُ ٱلصَّٰدِقِينَ
صِدۡقُهُمۡۚ لَهُمۡ جَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ
أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
١١٩
Artinya : “Allah berfirman: "Ini
adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.
Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )
2.2 Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah
Pengertian Syaja’ah
(Keberanian). Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya
adalah al-jubn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan
kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong
seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam
rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana
mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam kamus
bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat
bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah
atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar
didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah
semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental
seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
Sumber keberanian yang
dimiliki seseorang diantaranya yaitu:
1) Rasa takut kepada
Allah Swt.
3
2) Lebih mencintai
akhirat daripada dunia.
3) Tidak ragu-ragu,
berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak menomori satukan
kekuatan materi
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah
Swt.
Jadi berani adalah:
“Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang
yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka
itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani
(al-syuja’). Al-syaja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut
sama sekali)” Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani
terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian
dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung
jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.
Syaja’ah dapat dibagi
menjadi dua macam:
1) Syaja’ah harbiyyah, yaitu keberanian
yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu
perang.
2) Syaja’ah nafsiyyah, yaitu keberanian
menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah
tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1) Berani membenarkan
yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak
milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian
agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah
(keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa
bentuk, yakni:
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk
menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena
ia berada di jalan Allah Swt.
b) Berterus terang dalam
kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja
dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur
strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk
keberanian yang bertanggung jawab.
d) Berani mengakui kesalahan salah satu
orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan
mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang yang
memiliki sifat syajā’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia
mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
e) Bersikap obyektif terhadap diri
sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over confidence” terhadap dirinya,
menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta
kekurangan.
4
Sebaliknya ada yang bersikap “under
estimate” terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat
apaapa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak
proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif,
dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f) Menahan nafsu di saat marah,
seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu bermujahadah li an-nafs, melawan
nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan
tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.
Hikmah Syaja’ah.
Dalam ajaran agama Islam
sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab
selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi
kehidupan beragama berbangsa dan bernegara. Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan
hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh,
menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan
keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan
dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain,
unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka
akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan
sebagainya.
2.3 Pentingnya Memiliki
Sifat Jujur
Berperilaku jujur sehari
- hari penting, karena jujur adalah sifat ahlakul karimah, yaitu sifat terpuji.
Jika jujur sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita, maka semua pekerjaan akan
terasa lebih tenang, semua masalah akan mudah terselesaikan. Perilaku jujur
bisa mendatangkan ketenangan dalam hati karena tidak ada beban masalah. Jika
kita suka berperilaku tidak jujur maka hidup kita akan senantiasa resah dan
gelisah.
Membisakan berperilaku
jujur harus dari kecil agar tidak susah melakukannya. Cara membiasakan
berperilaku jujur sejak kacil misalnya diajarkan untuk tidak mengambil barang
orang lain tanpa seijin pemiliknya, mengembalikan kembalian yang terlalu
banyak, mengatakan apapun sesuai dengan kenyataan, dan lain-lain.
Kita harus menanamkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur dan menyadari apa akibat dari kebohongan. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur maka kita mudah mendapat teman, mudah mendapat pekerjaan, mudah mendapat kesuksesan, dipercaya oleh orang lain, dan lain - lain.
Kita harus menanamkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur dan menyadari apa akibat dari kebohongan. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur maka kita mudah mendapat teman, mudah mendapat pekerjaan, mudah mendapat kesuksesan, dipercaya oleh orang lain, dan lain - lain.
Kita harus menyadari
akibat dari kebohongan, sehingga kita bisa menjauhi sifat buruk tersebut.
Contoh akibat dari kebohongan adalah hilangnnya kepercayaan orang lain terhadap
kita, susah mendapatkan teman bahkan tidak memiliki teman, susah mendapat
pekerjaan karena tidak dipercaya.
5
Macam macam jujur itu
yaitu:
1. Jujur dalam niat
dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan
kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa
dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada
Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah
menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat
dan maksud mereka.
2. Jujur dalam
ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan
benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling
tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam tekad
dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah
memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.”
Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga
ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah: “Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada
Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS.
al-Ahzab: 23)
Dalam ayat yang lain,
Allah berfirman,
“Dan di antara mereka ada
orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan
sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah
kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada
mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
4. Jujur dalam
perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda
antara amal lahir dengan amal batin,
5. Jujur dalam kedudukan
agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa
takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini
mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan
tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan
dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS.
al-Hujurat: 15)
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejujuran
merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya kemauan pada
diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri yang
kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap
jujur, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan
kita? Itu pernyataan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan hasil yang di
peroleh.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang muslim harus bisa berperilaku jujur dalam melakukan pekerjaan dan
aktifitas sehari-hari karena keutamaan berpelrilaku jujur akan berperasaan enak dan hati
tenang, jujurmendapatkan keberkahan dalam usahanya dan dengan jujur kita akan dipercayai
orang lain.
7
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber lain:
Google.co.id