Saturday, 24 October 2020

Kebijakan Pemerintah Terkait Arus Perdagangan Impor Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

 Analisis Kebijakan Pemerintah Terkait Penerapan Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.04/2019 Terhadap Arus  Perdagangan Impor Kota Batam   

Batam, Bintan, Karmun dan Tanjung Pinang merupakan wilayah Kepulauan Riau yang  memiliki kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB)  kawasan bebas perdagangan (Free Trade Zone). Bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai yang ditetapkan oleh otonomi daerah dalam rangka mendorong lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara dan penanaman modal asing dan dalam negeri serta memperluas lapangan kerja. Substansi yang berlaku adalah setiap barang yang masuk melewati jalur ini akan dibebaskan dari pajak kecuali barang barang dengan ketentuan tertentu serta barang konsumsi yang telah ditentukan seperti Rokok dan Alkohol.

Namun Menteri Keuangan telah mengeluarkan produk hukum baru mengenai ketentuan impor dan ekspor yang tercantum dalam PMK/nomor 199/PMK.04/2019 agar timbulnya keadilan dan kesetaraan dalam perdagangan dan bisnis serta perpajakan yang adil, karena tidak semua daerah menetapkan kebijakan seperti Kota Batam.

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai diterapkan sejak tanggal 30 Januari 2020, dalam aturan ini Bea cukai memberikan suatu ketetapan bahwa pembebasan bea Cukai diberlakukan kepada barang kiriman yang bernilai dibawah USD 3 sekitar 42 Ribu untuk setiap kiriman, jumlah ini benar-benar merosot jatuh dari harga pembatasan barang kiriman yang awalnya berjumlah USD 75 sekitar 1 juta, Sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal.

Pada tahun 2019 sekitar 54,9 juta kiriman impor melaui jalur perdagangan bukan batam, sedangkan yang melalui batam mencapai 49 juta kiriman. Sehubungan dengan penerapan peraturan ini diharapkan agar daya beli masyarakat terhadap barang-barang lokal meningkat. Menteri keuangan telah memperhatikan pendapat dari pengarajin lokal dikarenakan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku. Bea Cukai Kota batam juga telah melakukan sosialisi kepada dan pemahaman kepada masyarakat khususnya di Batam, serta upaya mengakomodir perusahaan PJT.

Tetapi merosotnya nilai pembatasan pemberian bebas pajak pada kiriman menyebabkan beberapa jasa penyedia kiriman lainnya merugi besar-besaran terkhusus di Batam dikarenakan Batam merupakan salah satu pintu masuk barang Impor terpadat di Indonesia. Ditambah lagi Impor barang kiriman dilakukan melalui penyelenggara pos yang terdiri dari penyelenggara pos yang ditunjuk dan PJT (Perusahaan Jasa Titipan) harus mendapatkan persetujuan Direkortoral Jenderal dengan melampirkan bukti penugasan dari pemerintah. Pembatasan bea cukai bagi kiriman dibawah USD 3 dinilai merugikan karena barang apa yang bernilai 40 ribu kebawah sampai harus di Impor, belum lagi pengurusan untuk menjadi penyelenggara JST yang ditunjuk. Peraturan tersebut tentu saja akan membuar membuat seluruh pengusaha online shop di Batam gulung tikar dan akan berdampak PHK besar-besaran. Efek tersebut bukan terjadi pada pengusaha namun berdampak ke Jasa Pengiriman, Pekerja, Logistik, Toko retail, reseller, dropshipper, dan seluruh masyarakat Batam.

Banyak pengusaha di Batam yang mengkritik isi dari PMK tersebut dan mengharapkan adanya revisi. Aksi pengkritikan oleh UMKM online batam di Social Media di respon oleh Pemerintah Kota batam.  Pemerintah mengambil tindakan dengan Pihak Bea Cukai Batam akan berusaha mendengarkan keluh kesah pengusaha yang merasa dirugikan dan akan berusaha mencari solusi atas kendala yang ditimbulkan dari penerapan regulasi baru dengan mengadakan tatap muka dengan pengusaha-pengusaha yang terkait.

 Setelah pertemuan pelaku UMKM online dengan Bea Cukai di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam mengambil kesimpulan bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penetapan regulasi yang bertujuan memajukan daya saing produk lokal yang belum sepenuhnya dimengerti. Pihak Bea cukai akan melakukan sosiaisasi lagi kepada penyedia JST dan UMKM. Tetap apabila penetapan peraturan ini tetap berlangsung akan terjadi PHK oleh bebrapa perusahaan di BATAM yang menyediakan JST dikarenakan penurunan pengiriman barang impor yang setiap pekan mampu menginjak angka 9000 kini turun hingga mencapai angka 2000. Belum lagi harga jual final dipastikan tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam. Penetapan peraturan ini sama saja akan membunuh secara perlahan usaha perdagagan impor di batam.

Tidak hanya itu, untuk memperjuangkan keluhan yang dialami UMKM, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam HM Rudi akan menyurati Menteri Keuangan RI, terkait keluhan serta kemunduran perdangan impor dan menyatakan akan meminta solusi dari Menteri Keuangan (Menkeu). Meski tujuan sebenarnya dari PMK tersebut untuk melindungi produsen dalam negeri, namun kebijakan tersebut berdampak langsung kepada pelaku UMKM yang bergerak dalam bisnis penjualan online, khususnya di Batam

Memang tujuan pemberlakuan dari regulasi ini adalah untuk memacing daya beli bagi masyarakat Indonesia untuk membeli produk lokal, tetapi seperti yang kita ketahui terkadang banyak  produk lokal memiliki  kualitas yang rendah dibandingkan dengan produk impor. Bukan hanya itu terkadang produk lokal lebih mahal dari pada produk impor, sehingga membuat pengusaha pengusaha di Indonesia mendagangkan barang barang impor. Memang tidak semua, tetapi begitulah keadannya. Disinilah peran pemerintah yang harus dibenahi, pemerintah harus menekan produktivitas indonesia agar berdaya saing dan dapat melindungi produk lokal.

Kebijakan Pemerintah mengenai pemberlakukan regulasi tersebut tidak lepas dari pro dan kontra terhadap penurunan ambang batas pembebasan Bea Cukai. Disatu sisi pemerintah mengharapkan agar produktivitas dan daya beli produk lokal dapat bangkit kembali, di sisi lain kebijakan tersebut akan mempengaruhi perekonomian masyarakat kota batam, PHK karyawan kemungkinan besar terjadi apabila terjadi Gulung tikar besar-besaran dikarenakan rendahnya biaya ambang batas pembebasan Bea Cukai. Dampak pemberlakum PMK ini berbeda-beda tergantung dimana ia berlaku, bagi pelaku UKM dan IKM di luar batam tidak merasa keberatan dengan dikelurarkannya peraturan tersebut karena dianggap dapat mengakomodir masukan para pelaku industri berorientasi Ekspor. Diharapkan dengan adanya aturan baru ini, fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimus value) dapat benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeriPerubahan aturan ini merupakan upaya nyata pemerintah khususnya Kementerian Keuangan untuk mengakomodir masukan para pelaku industri dalam negeri khususnya IKM. Dengan adanya aturan baru ini, fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimus value) dapat benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri.

Adanya timpang tindih dari PMK, diperlukan Revisi terhadap Peraturan Kementerian Keuangan untuk memberikan pengecualian pemberlakuan ataupun menaikkan nilai ambang batas agar kuantitas Impor tetap stabil seperti sebelum berlakunya PMK nomor 199. Jika berbicara mengenai kefektifitas kebijakan tersebut memiliki keberhasilan yang berbeda beda tergantung tempat dimana diberlakukan Peraturan tersebut. Produk Hukum yang telah dikeluarkan Kementerian Keungan sejauh ini belum sepenuhnya menyelesaikan masalah mengenai peningkatan daya saing produk lokal karena malah menimbulkan masalah baru di Kota Batam.   

Bagi yang ingin mendownload filenya bisa klik disini

semoga bermanfaat :)

#analisiskebijakan

peraturan menteri keunagan

#expor

#impor

#batam karimun kepri

#arusperdagangan

No comments:

Post a Comment