Analisis Kebijakan Pemerintah Terkait Penerapan Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.04/2019 Terhadap Arus Perdagangan Impor Kota Batam
Batam, Bintan, Karmun dan Tanjung
Pinang merupakan wilayah Kepulauan Riau yang memiliki kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas (KPBPB) kawasan bebas
perdagangan (Free Trade Zone). Bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan
cukai yang ditetapkan oleh otonomi daerah dalam rangka mendorong lalu lintas
perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara dan penanaman
modal asing dan dalam negeri serta memperluas lapangan kerja. Substansi yang
berlaku adalah setiap barang yang masuk melewati jalur ini akan dibebaskan dari
pajak kecuali barang barang dengan ketentuan tertentu serta barang konsumsi
yang telah ditentukan seperti Rokok dan Alkohol.
Namun Menteri Keuangan telah
mengeluarkan produk hukum baru mengenai ketentuan impor dan ekspor yang
tercantum dalam PMK/nomor 199/PMK.04/2019 agar timbulnya keadilan dan
kesetaraan dalam perdagangan dan bisnis serta perpajakan yang adil, karena
tidak semua daerah menetapkan kebijakan seperti Kota Batam.
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
diterapkan sejak tanggal 30 Januari 2020, dalam aturan ini Bea cukai memberikan
suatu ketetapan bahwa pembebasan bea Cukai diberlakukan kepada barang kiriman
yang bernilai dibawah USD 3 sekitar 42 Ribu untuk setiap kiriman, jumlah ini
benar-benar merosot jatuh dari harga pembatasan barang kiriman yang awalnya
berjumlah USD 75 sekitar 1 juta, Sedangkan
pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal.
Pada tahun 2019 sekitar 54,9 juta
kiriman impor melaui jalur perdagangan bukan batam, sedangkan yang melalui
batam mencapai 49 juta kiriman. Sehubungan dengan penerapan peraturan ini
diharapkan agar daya beli masyarakat terhadap barang-barang lokal meningkat.
Menteri keuangan telah memperhatikan pendapat dari pengarajin lokal dikarenakan
produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku. Bea Cukai Kota batam
juga telah melakukan sosialisi kepada dan pemahaman kepada masyarakat khususnya
di Batam, serta upaya mengakomodir perusahaan PJT.
Tetapi merosotnya nilai pembatasan
pemberian bebas pajak pada kiriman menyebabkan beberapa jasa penyedia kiriman lainnya
merugi besar-besaran terkhusus di Batam dikarenakan Batam merupakan salah satu
pintu masuk barang Impor terpadat di Indonesia. Ditambah lagi Impor barang
kiriman dilakukan melalui penyelenggara pos yang terdiri dari penyelenggara pos
yang ditunjuk dan PJT (Perusahaan Jasa Titipan) harus mendapatkan persetujuan
Direkortoral Jenderal dengan melampirkan bukti penugasan dari pemerintah. Pembatasan bea cukai bagi kiriman dibawah
USD 3 dinilai merugikan karena barang apa yang bernilai 40 ribu kebawah sampai
harus di Impor, belum lagi pengurusan untuk menjadi penyelenggara JST yang
ditunjuk. Peraturan tersebut tentu saja akan membuar membuat seluruh pengusaha
online shop di Batam gulung tikar dan akan berdampak PHK besar-besaran. Efek
tersebut bukan terjadi pada pengusaha namun berdampak ke Jasa Pengiriman,
Pekerja, Logistik, Toko retail, reseller, dropshipper, dan seluruh masyarakat
Batam.
Banyak
pengusaha di Batam yang mengkritik isi dari PMK tersebut dan mengharapkan
adanya revisi. Aksi pengkritikan oleh UMKM online batam di Social Media di respon
oleh Pemerintah Kota batam. Pemerintah
mengambil tindakan dengan Pihak Bea Cukai Batam akan berusaha mendengarkan
keluh kesah pengusaha yang merasa dirugikan dan akan berusaha mencari solusi
atas kendala yang ditimbulkan dari penerapan regulasi baru dengan mengadakan
tatap muka dengan pengusaha-pengusaha yang terkait.
Setelah pertemuan pelaku UMKM online
dengan Bea Cukai di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam mengambil kesimpulan bahwa sosialisasi
yang dilakukan masih kurang karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
penetapan regulasi yang bertujuan memajukan daya saing produk lokal yang belum
sepenuhnya dimengerti. Pihak Bea cukai akan melakukan sosiaisasi lagi kepada
penyedia JST dan UMKM. Tetap apabila penetapan peraturan ini tetap berlangsung
akan terjadi PHK oleh bebrapa perusahaan di BATAM yang menyediakan JST
dikarenakan penurunan pengiriman barang impor yang setiap pekan mampu menginjak
angka 9000 kini turun hingga mencapai angka 2000. Belum lagi harga jual final
dipastikan tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam. Penetapan peraturan ini sama saja
akan membunuh secara perlahan usaha perdagagan impor di batam.
Tidak hanya itu, untuk memperjuangkan
keluhan yang dialami UMKM, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam HM Rudi akan
menyurati Menteri Keuangan RI, terkait keluhan serta kemunduran perdangan impor
dan menyatakan akan meminta solusi dari Menteri
Keuangan (Menkeu). Meski tujuan sebenarnya dari PMK tersebut untuk melindungi
produsen dalam negeri, namun kebijakan tersebut berdampak langsung kepada
pelaku UMKM yang bergerak dalam bisnis penjualan online, khususnya di Batam
Memang tujuan
pemberlakuan dari regulasi ini adalah untuk memacing daya beli bagi masyarakat
Indonesia untuk membeli produk lokal, tetapi seperti yang kita ketahui
terkadang banyak produk lokal memiliki kualitas yang rendah dibandingkan dengan
produk impor. Bukan hanya itu terkadang produk lokal lebih mahal dari pada
produk impor, sehingga membuat pengusaha pengusaha di Indonesia mendagangkan
barang barang impor. Memang tidak semua, tetapi begitulah keadannya. Disinilah
peran pemerintah yang harus dibenahi, pemerintah harus menekan produktivitas
indonesia agar berdaya saing dan dapat melindungi produk lokal.
Kebijakan
Pemerintah mengenai pemberlakukan regulasi tersebut tidak lepas dari pro dan
kontra terhadap penurunan ambang batas pembebasan Bea Cukai. Disatu sisi
pemerintah mengharapkan agar produktivitas dan daya beli produk lokal dapat
bangkit kembali, di sisi lain kebijakan tersebut akan mempengaruhi perekonomian
masyarakat kota batam, PHK karyawan kemungkinan besar terjadi apabila terjadi
Gulung tikar besar-besaran dikarenakan rendahnya biaya ambang batas pembebasan
Bea Cukai. Dampak pemberlakum PMK ini berbeda-beda tergantung dimana ia
berlaku, bagi pelaku UKM dan IKM di luar batam tidak merasa keberatan dengan
dikelurarkannya peraturan tersebut karena dianggap dapat mengakomodir masukan para pelaku
industri berorientasi Ekspor. Diharapkan dengan adanya aturan baru ini,
fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimus value) dapat
benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk
lebih menggunakan produk dalam negeriPerubahan aturan ini merupakan upaya nyata
pemerintah khususnya Kementerian Keuangan untuk mengakomodir masukan para
pelaku industri dalam negeri khususnya IKM. Dengan adanya aturan baru ini,
fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimus value) dapat
benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk
lebih menggunakan produk dalam negeri.
Adanya timpang tindih dari PMK, diperlukan
Revisi terhadap Peraturan Kementerian Keuangan untuk memberikan pengecualian
pemberlakuan ataupun menaikkan nilai ambang batas agar kuantitas Impor tetap
stabil seperti sebelum berlakunya PMK nomor 199. Jika berbicara mengenai
kefektifitas kebijakan tersebut memiliki keberhasilan yang berbeda beda
tergantung tempat dimana diberlakukan Peraturan tersebut. Produk Hukum yang
telah dikeluarkan Kementerian Keungan sejauh ini belum sepenuhnya menyelesaikan
masalah mengenai peningkatan daya saing produk lokal karena malah menimbulkan
masalah baru di Kota Batam.
Bagi yang ingin mendownload filenya bisa klik disini
semoga bermanfaat :)
#analisiskebijakan
peraturan menteri keunagan
#expor
#impor
#batam karimun kepri
#arusperdagangan
No comments:
Post a Comment