Terjal Hidup Anak sang Pendosa
ISBN : 978-602-7724-04-09
Pengarang : Taufiqurrahman
al -Azizy
Penerbit : DIVA
Press
Tahun
Terbit : 2012
Halaman : 426
Halaman
Novel ini adalah salah satu karya
dari sang penulis yang terkenal yaitu Taufiqurrahman al-Azizy yang lahir pada tanggal
9 Desember 1975. Beliau pernah menuntut ilmu di Pesantren Ilmu al-Qura’an
Hidayatul Qur’an yang diasuh oleh KH. Drs. Ahsin Wijaya al-Hafiz, M.A. Pernah pula
kuliah di Universias Sains al-Qura’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo.
Novel ini memiliki genre drama,
yaitu genre yang lebih bertujuan membuat pembaca terharu dan terhanyut dalam
kisah tersebut. Kisah ini mengisahkan tentang betapa pilunya Arya menjadi anak
dari penjahat, banyak cobaan yang harus ia jalani. Kesalahan itu memang bukan
miliknya tetapi warga desa Wringinanom dengan mudahnya menyimpulkan masa depan
Arya. Si yatim piatu ini di curigai akan tumbuh dan besar menjadi penjahat.
Dalam peulisan novel ini penulis ingin meluruskan beberapa perkara yaitu : Pertama,
hukum keturunan. Kedua, pentingnya mendidik dan mengasuh anak-anak yaim piatu. Ketiga,
iri hati dan dengki serta bahaya-bahaya yang dimunculkan dari perasaan ini.
Keempat, bagaimana menempa diri menjadi
cerdas.
Nama Taufiqurrahman al-Azizy
melejit setelah meluncurkan trilogi novel spiritual Makrifat Cinta yang terdiri dari Syahadat Cinta (DIVA Press, 2006), Musafir Cinta (DIVA Press, 2007) dan Makrifat Cinta (DIVA Press, 2007). Novelnya setelah trilogi novel
spiritual Makrifat Cinta yang juga
telah beredar adalah Kitab Cinta Yusuf
Zulaikha (DIVA Press, 2007); Munajat
Cinta I (DIVA Press, 2009); Munajat
Cinta 2, Jangan Biarkan Surau Ini Roboh (DIVA Press, 2009); Sahara Nainawa (DIVA Press, 2009); Kidung Shalawat Zaki dan Zulfa, Alif,
Kecupan yang Dirindukannya, Laki-Laki yang menggeggam Ayat-Ayat Tuban,
serta Rintihan dari Lembah Lebanon
(DIVA Press, 2012)
Arya
yang baru saja ditinggal mati oleh ibunya, terpaksa hidup sendirian. Ia begitu
terpukul dan amat bersedih dengan kepergian ibunya, ditambah lagi Arya sekarang
telah menjadi yatim piatu. Arya memang anak dari penjahat, Sambodo namanya,
tetapi Arya adalah anak yang cerdas, penyayang, shalih dan sangat taat dalam
menjalankan ibadah.
Tidak
ada seorang pun yang hendak merawat Arya. Mereka tidak sadar mengenai kewajiban
memuliakan anak yatim, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an. Arya
semakin merasa tertekan dan amat sedih. Hanya Pak Rustam yang peduli
dengan Arya, tetapi Nano dan Nevy yang merupakan anak Pak Rustam tidak ingin
Pak Rustam membawa Arya kerumah mereka.
Pengucilan dan pendiskriminasian selalu Arya dapatkan karena
Arya terpaksa menanggung kenyataan bahwa ia adalah seorang anak penjahat,
ayahnya hidup sebagai penjahat, penipu, tukang mabuk, pencuri, perampok, dan
pemerkosa wanita. Ada seorang warga yang begitu membenci Arya dan menghasut
para warga agar turut membenci Arya. Permasalahan mulai memuncak ketika warga
menyerang Arya di rumah Pak Rustam, mereka ingin mengusir Arya keluar dari desa
Wringinanom karena mereka menuduh Arya sebagai penyebab kematian Sukatman
seorang warga desanya. Terjadi perkelahian antara warga dengan anak asuh Pak
Rustam dan Nano sehingga mereka digiring ke kantor polisi. Setelah itu terjadi konflik
tambahan dengan diketahuinya bahwa pembunuh Ayah Mustofa adalah Sambodo ayahnya
Arya, Mustofa begitu marah terhadap Arya.
Permasalahan mulai mereda ketika seluruh warga mengetahui
bahwa Arya tidak bersalah karena Arya adalah korban dari hati yang memiliki
kedengkian, para warga sadar bahwa semua itu adalah ulah Suhemi dan Ngatno yang
selalu menghasut mereka dengan berbagai tuduhan yang ditujukan kepadanya. Musthafa
mengajak Anak-anak Pak Rustam, Nano dan Nevy pun meminta maaf kepada Arya,
sehingga Arya mulai mempunyai semangat dan tidak bersedih
lagi. Begitu juga dengan kematian ayahnya, Mustofa menyadari bahwa
Arya tidak bersalah dan mengikhlaskan kepergian ayahnya.
Pilihan kata yang digunakan oleh
pengarang dapat membuat pembaca
benar-benar terhanyut dalam cerita, sehingga pembaca seakan-akan merasakan hal
yang dirasakan oleh tokoh dari novel ini. Novel karya Taufiqurrahman al-Azizy
ini juga mencamtumkan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits pada catatan kaki novel
untuk membuktikaan kebenaran yang dituliskan oleh pengarang.
Pada bagian akhir dari novel ini
hanya menceritakan ketika warga sudah tidak membenci Arya lagi dan Musthofa
sudah memaafkan kesalahan ayahnya Arya, walaupun novel ini memiliki akhir yang happy ending, tetapi masih sedikit
menggantung, karena sang penulis tidak menceritakan kisah setelah Arya sudah
diterima kehidupannya dimasyarakat.
Terlepapas dari kekurangan yang terdapat dari novel ini,
kita dapat mempelajari beberapa hal yang sering kita lupakan dalam kehidupan
sehari-hari, terkadang kita selalu menghakimi seseorang tanpa mengetahui
penyebab pasti dari suatu masalah. Melihat banyaknya yang dapat kita pelajar
dari isi novel ini sendiri, buku ini sangat bagus dan cocok untuk kita baca
sebagai sarana penambah ilmu. Buku ini juga banyak menceritakan pengalaman hidup
yang dapat kita jadikan motivasi untuk mencapai apa yang kita inginkan.
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
A. Unsur
Intrinsik
1. Tema : Perjuangan hidup anak sang pendosa yang
harus menjalani
pilunya kehidupan.
2. Alur : Alur yang digunakan dalam novel ini adalah
alur maju mundur.
Alur maju mundur merupakan alur yang memiliki
runtutan peristiwa yang tidak teratur dan terdapat
flashback didalamnya.
a. Eksposisi,
desa Wringinanom adalah tempat tinggal Arya hidup sebagai seorang anak yatim
piatu yang baru saja ditinggal ibunya. Setelah kematian ibunya ia sangat putus
asa dan tidak tahu kepada siapa ia harus bersandar.
b. Permasalahan,
selain Pak Rustam, tidak ada seorang pun yang memperdulikan Arya, ia selalu
mendapatkan hinaan dan cemoohan.
c. Penyebab, Arya adalah anak dari almarhum Sambodo yang
sangat keji .
d. Klimaks,
warga hendak mengusir Arya dari desa karena Arya dituduh sebagai penyebab kematian
dari salah satu warga dan diketahuinya
bahwa pembunuh dari Ayahnya Mustofa adalah Sambodo.
e. Resolusi,
Arya tidak bersalah, semua itu adalah ulah dari Suhemi dan Pak Kosim yang
selalu menghasut warga dan Musthofa pun memaafkan kesalahan ayahnya Arya.
f. Konklusi,
kini warga sadar bahwa tak selamanya penjahat melahirkan anak yang jahat pula.
3. Tokoh
dan Karakter :
a.
Arya (Protagonis), seorang remaja yang
tampan, cerdas, penyayang, pantang menyerah, pemberani, shalih, taat kepada
orang tua dan sangat menghargai orang lain dan sering meluapkan emosinya secara
berlebihan.
b.
Pak Rustam (Protagonis) merupakan sosok
yang berada, taat, shalih, memiliki hati yang baik, dermawanan, bijaksana,
penyayang terutama terhadap anak yatim piatu, rendah hati dan penolong.
c.
Musthofa (Tritagonis), baik, periang,
rendah hati selalu berpikir bijak dalam menyelesaikan suatu masalah, pantang
menyerah, cerdas, sabar dan tabah..
d.
Sambodo (Tritagonis) penipu dan kejam,
tetapi sangat menyayangi Arya dan istrinya
e.
Nevy (Tritagonis), manja, sedikit keras
kepala, mudah terpengaruh orang lain, penyayang, memiliki hati yang baik dan
tidak sabaran.
f. Nano
(Tritagonis), baik, pemalas, memiliki watak yang keras, tegas dan mudah
terpengaruh orang lain.
g.Suhemi
(Antagonis), selalu memiliki perasaan iri, dengki, dendam dan benci terhadap
Arya.
h.Pak
Kosim (Antagonis) pemarah, pemberani, ingin menang sendiri, dan egois.
4.
Latar : Latar
terbagi menjadi latar tempat, latar waktu dan latar suasana.
a. Latar
Tempat, Desa Wringanom yang merupakan wilayah tempat tinggal Arya. Makam orang
tua Arya, rumah Pak Rustam, rumah Arya, sekolah Arya, ladang kacang, rumah
sakit, rumah Pak Suhemi dan kantor polisi.
b.Latar
Waktu, malam hari, pagi hari dan sore hari,
c. Latar
Suasana, menyedihkan, mengharukan, menegangkan dan menyenangkan.
5.
Sudut Pandang : Sudut
pandang orang ketiga serba tahu.
6. Gaya
Bahasa : Menggunakan bahasa sehari-hari sehingga cukup
mudah dipahami, tetapi
terkadang penulis juga menggunakan nama panggilan berbahasa jawa.
Bahasa yang digunakan pengarang
ketika menggambarkan sesuatu dapat dengan mudah
dirasakan latar suasana yang begitu
jelas sehingga kita
seakan-akan merasakan hal yang dirasakan oleh tokoh.
7.
Amanat : Kacang memang jatuh tak
jauh dari tangkainya, tetapi tangan-tangan alam dan manusia bisa menjauhkan
kacang itu
dari tangkainya. Artinya, anak yang lahir dari orang tua jahat bisa tumbuh menjadi
anak yang baik dan shalih, begitu pula
sebaliknya.
B. UNSUR EKSTRINSIK
1.
Nilai Moral
Sifat iri dan
dengki bisa menimbulkan perilaku berbahaya terhadap seseorang yang dibenci, contohnya
saja dalam novel tersebut yaitu Suhemi yang mempunyai sifat iri dan dengki
terhadap Arya. Ia selalu membuat cara agar warga membenci Arya, pada
akhirnya semua orang mengetahui bahwa Arya tidak bersalah dan Suhemilah yang
selalu menghasut para warga untuk melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya terhadap
Arya.
2.
Nilai Religius
Seorang tidak bisa memilih dari siapakah ia lahir dan
dari jenis bagaimanakah kedua orang tuanya. Arya memanglah anak seorang
penjahat tetapi ia tidak bisa memungkiri takdir bahwa ia adalah anak Sambodo
penjahat keji. Menyantuni anak yatim dan tidak boleh menghardik anak yatim merupakan
kewajiban yang harus kita laksanakan. Walaupun begitu bayak warga yang benci
kepada Arya, bahkan mereka mencemooh dan menghina Arya tanpa menyadari bahwa
perbuatan mereka sama saja dengan mendustakan agama.
3.
Nilai Sosial
Kedengkian
dan keirian hati masyarakat yang selalu menggunjing seseorang dapat menjadi
kebiasaan yang sangat buruk. Kurangnya sosialisasi dan pendekatan perlu
dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, banyak masyarakat yang terkadang
selalu menilai sesuatu dari luarnya saja, tanpa tahu keadaan yang sebenarnya.
No comments:
Post a Comment